BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Dalam filsafat modern dikenal beberapa aliran-aliran diantaranya aliran
rekontrusionisme di zaman modern ini banyak menimbulkan krisis di berbagai
bidang kehidupan manusia terutama dalam bidang pendidikan dimana keadaan
sekarang merupakan zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh
kehancuran, kebingungan dan kesimpangsiuran.
Untuk mengatasi krisis kehidupan modern tersebut aliran rekonstrusionisme
menempuhnya dengan jalan berupaya membina konsensus yang paling luas dan
mengenai tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Oleh karena itu pada aliran rekonstruksionisme ini, peradaban manusia masa
depan sangat di tekankan. di samping itu aliran rekonstruksionisme lebih jauh
menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sebagainya.
B.
Rumusan
masalah
Dalam makalah ini
kami akan membahas tentang:
- Latar belakang lahirnya aliran rekonstruksionisme
- Apa yang dimaksud dengan Rekonstruksionisme
- Siapa saja tokoh dari aliran rekonstruksionisme
4. Prinsip-Prinsip aliran
Rekonstruksionisme
- Pandangan rekonstruskionisme dan penerapannya dibidang pendidikan.
- Teori pendidikan rekonstruksionisme
C.
Tujuan
penulisan
Makalah ini
ditulis bertujuan untuk :
- Agar kita mengetahui latar belakang lahirnya rekonstruksionisme
- Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan aliran rekontruksionisme
- Agar mengetahui siapa saja tokoh aliran rekontruksionisme
- Agar mengetahui prinsip-prinsip aliran Rekonstruksionisme
- Agar mengetahui pandangan rekonstruksionisme dan penerapannya dibidang pendidikan
- Agar mengetahui teori-teori pendidikan rekonstruksionisme
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Aliran Rekontruksionisme
Rekonstrusionisme di pelopori oleh George Count dan
Harold Rugg pada tahun 1930 yang ingin membangun masyarakat baru, masyrakat
yang pantas dan adil.[1]
Rekonstruksionisme merupakan kelanjutan dari
gerakan progresivme, gerakan ini lahir didasari atas suatu anggapan bahwa kaum
progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan masalah-masalah
masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.[2]
Selain itu, mazhab ini juga berpandangan bahwa
pendidikan hendaknya memelopori melakukan pembaharuan kembali atau
merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih baik.karena itu pendidikan
harus mengembangkan ideology kemasyarakatan yang demokratis.
Alasan mengapa rekonstruksionisme merupakan
kelanjutan dari gerakan progresif hanya memikirkan dan melibatkan diri dengan
masalah-masalah masyarakat yang ada pada saat sekarang ini.Dalam aliran
rekonstruksionisme berusaha menciptakan kurikulum baru dengan memperbaharui
kurikulum lama.
Progresivisme pendidikan didasarkan pada
keyakinan bahwa pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada
guru atau bidang studi.ini berkelanjutan pada pendidikan rekonstruksionisme
yaitu guru harus menyadarkan sipendidik terhadap masalah-masalah yang dihadapi
manusia untuk diselesaikan, sehingga anak didik memiliki kemampuan memecahkan
masalah tersebut.[3]
B.
Pengertian
Aliran Rekonstruksionisme
Kata rekonstruksionisme
berasal dari bahasa inggris Reconstruct yang berarti menyusun kembali.
Dalam konteks filsafat pendidikan, aliran rekonstruksionisme merupakan suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama dengan membangun tata susunan
hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Aliran
rekonstruksionisme pada prinsipnya sepaham dengan aliran perenialisme, yaitu
berawal dari krisis kebudayaan modern. Menurut Muhammad Noor Syam, kedua aliran
tersebut memandang bahwa keadaan sekarang merupakan zaman yang mempunyai
kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan, dan kesimpangsiuran.
Meskipun
demikian, prinsip yang dimiliki oleh aliran ini tidaklah sama dengan prinsip
yang dipegang oleh aliran perenialisme. Keduanya mempunyai visi dan cara yang
berbeda dalam pemecahan yang akan ditempuh untuk mengembalikan kebudayaan yang
serasi dalam kehidupan. Aliran perenialisme memilih cara tersendiri, yakni
dengan kembali ke alam kebudayaan lama (regressive road culture) yang mereka
anggap paling ideal. Sementara itu, aliran rekonstruksionisme menempuhnya
dengan jalan berupaya membina suatu konsensus yang paling luas dan mengenai
tujuan pokok dan tertinggi dalam kehidupan umat manusia.
Untuk
mencapai tujuan tersebut, rekonstruksionisme berupaya mencari kesepakatan antar
sesama manusia atau agar dapat mengatur tata kehidupan manusia dalam suatu
tatanan dan seluruh lingkungannya.Maka, proses dan lembaga pendidikan dalam
pandangan rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun
tata susunan hidup kebudayaan yang baru. Untuk tujuan tersebut diperlukan kerja
sama antarumat manusia.[4]
Aliran rekonstuksionisme
bercita-cita uutuk mewujudkan dan
melaksanakan sinthesa atau perpaduan ajaran Kristen dan demokrasi modern dengan
teknologi modern dan seni modern didalam suatu kebudayaan yang dibina bersama
oleh seluruh kedaulatan bangsa-bangsa sedunia.[5]
Rekonstruksinalisme mencita-citakan terwujudnya sutu
dunia baru, dengan kebudayaan baru dibawah suatu kedaulatan dunia, dalam
control mayoritas umat manusia.Dengan
kata lain perkataan aliran rekonstruksionalisme adalah aliran yang
menghendaki agar anak didiknya dapat
dibandingkan kemampuaannya untuk secara kontruktif menyesuaikan diri dengan
tuntutan perubahan perkembangan masyarakat sebagai akibat adanya pengaruh dari ilmu pengetahuaan dan
teknologi. Dengan
penyesuaian seperti anak didik akan tetap berada dalam suasana aman dan bebas.[6]
Dengan singkat dapat
dikemukakan bahwa aliran rekonstruksionisme bercita-cita untuk mewujudkan suatu
dunia dimana kedaulatan nasional berada dalam pengayoman atau subordinate dari
kedaulatan dan otoritas internasional.[7]
C.
Tokoh-tokoh
Aliran Rekonstruksionisme
Aliran filsafat Rekonstruksionisme dipelopori oleh Goerge
Count dan Harold Rugg pada 1930. Mereka bermaksud membangun masyarakat baru,
masyarakat yang dipandang pantas dan adil.Ide gagasan mereka secara meluas
dipengaruhi oleh pemikiran progresif Dewey; dan ini menjelaskan mengapa aliran
Rekonstruksionisme memiliki landasan filsafat pragmatism. Meskipun mereka banyak terinspirasi pemikiran Theodore Brameld, khususnya
dengan beberapa karya filsafat pendidikannya, mulai dari ‘Pattern of
Educational Philosophy (1950), Toward recunstucted Philosophy of Education
(1956), dan Education of power (1965).[8]
D.
Prinsip-Prinsip
Aliran Rekonstruksionisme
1.
Masyarakat dunia sedang dalam kondisi Krisis , jika praktik- praktik yang ada sekarang
tidak dibalik,maka peradaban yang kita kenal ini akan mengalami
kehancuran.
Persoalan-persoalan tentang kependudukan, sumber daya alam
yang terbatas, kesenjangan global dalam distribusi (penyebaran) kekayaan,
poliferasi nuklir, rasisme, nasionalisme sempit, dan penggunaan teknologi yang
‘sembrono’ dan tidak bertanggung jawab telah mengancam dunia kita
sekarang dan akan memusnahkannya jika tidak dikoreksi segera mungkin.
Persoalan-persoalan tersebut menurut kalangan rekonstruksionisme, berjalan
seiring dengan tantangan totalitarisme modern, yakni hilangnya nilai-nilai
kemanusiaan dalam masyarakat luas dan meningkatnya kedunguan fungsional
penduduk dunia. Singkatnya, dunia sedang menghadapi persoalan-persoalan sosial,
militer dan ekonomi pada skala yang terbayangkan. Persoalan-persoalan yang
dihadapi tersebut sudah sedemikian beratnya sehingga tidak dapat lagi
diabaikan.
2.
Solusi efektif satu-satunya bagi pesoalan-
pesoalan dunia kita adalah penciptaan
social yang menjagat.
Kerjasama
dari semua bangsa adalah satu-satunya harapan bagi penduduk dunia yang
berkembang terus yang menghuni dunia dengan segala keterbatasan sumber daya
alamnya. Era teknologi telah memunculkan saling ketergantungan dunia, di
samping juga kemajuan-kemajuan di bidang sains. Di sisi lain, kita sedang
didera kesenjangan budaya dalam beradaptasi dengan tatanan dunia baru. Kita
sedang berupaya hidup di ruang angkasa dengan sebuah sistem nilai dan
mentalitas politik yang dianut di era kuda dan andong.Menurut rekonstruksionisme,
umat manusia sekarang hidup dalam masyarakat dunia yang mana kemampuan
teknologinya dapat membinasakan kebutuhan-kebutuhan material semua orang. Dalam
masyrakat ini, sangat mungkin muncul penghayal karena komunitas internasional
secara bersama-sama bergelut dari kesibukan menghasilkan dan mengupayakan
kekayaan material menuju ke tingkat dimana kebutuhan dan kepentingan manusia
dianggap paling penting. Dunia semasa itu, orang-orang berkonsentrasi untuk
menjadi manusia yang lebih baik (secara material) sebagai tujuan akhir.
3.
Pendidikan formal dapat menjadi agen utama
dalam rekonstruksi tatanan sosial.
Sekolah-sekolah
yang merefleksikan nilai-nilai sosial dominan, menurut rekonstruksionisme hanya
akan mengalihkan penyakit-penyakit politik, sosial, dan ekonomi yang sekarang
ini mendera umat manusia. Sekolah dapat dan harus mengubah secara mendasar
peran tradisionalnya dan menjadi sumber inovasi baru. Tugas mengubah peran
pendidikan amatlah urgen, karena kenyataan bahwa manusia sekarang mempunyai
kemampuan memusnahkan diri.Kalangan rekontruksionis di satu sisi tidak
memandang sekolah sebagai memiliki kekuatan untuk menciptakan perubahan sosial
seorang diri. Di sisi lain, mereka melihat sekolah sebagai agen kekuatan utama
yang menyentuh kehidupan seluruh masyarakat, karena ia menyantuni anak-anak
didik selama usia mereka yang paling peka. Dengan demikian, ia dapat menjadi
penggerak utama pencerahan problem-problem sosial dan agitator utama perubahan
sosial.
4.
Metode-metode pengajaran harus didasarkan pada prinsip-prinsip
demokratis yang bertumpu pada kecerdasan
‘ asali’ jumlah mayoritas untuk merenungkan dan menewarkan solusi yang paling valid bagi persoalan –persoalan umat manusia.
Dalam
pandangan kalangan rekonstruksionisme, demokrasi adalah sistem politik yang
terbaik karena sebuah keharusan bahwa prosedur-prosedur demokratis perlu
digunakan di ruangan kelas setelah para peserta didik diarahkan kepada
kesempatan-kesempatan untuk memilih di antara keragaman pilihan-pilihan
ekonomi, politik, dan sosial.
Brameld
menggunakan istilah pemihakan defensif untuk mengungkapkan posisi (pendapat)
guru dalam hubungannya dengan item-item kurikuler yang kontroversial. Dalam
menyikapi ini, guru membolehkan uji pembuktian terbuka yang setuju dan yang
tidak setuju dengan pendapatnya, dan ia menghadirkan pendapat-pendapat
alternatif sejujur mungkin. Di sisi lain, guru jangan menyembunyikan
pendirian-pendiriannya. Ia harus mengungkapkan dan mempertahankan pemihakannya
secara publik. Di luar ini, guru harus berupaya agar pendirian-pendiriannya
diterima dalam skala seluas mungkin. Tampaknya telah diasumsikan oleh kalangan
rekonstruksionis bahwa persoalan-persoalan itu sedemikian clear-cut
(jelas-tegas) sehingga sebagian besar akan setuju terhadap persoalan-persoalan
dan solusi-solusi jika dialog bebas dan demokratis diizinkan.
5.
Jika pendidkan formal adalah bagian yang tak terpisahkan dari solusi social
dalam krisis dunia sekarang , maka ia harus secara
aktif mengerjakan perubahan social.[9]
E. Pandangan
rekonstruskionisme dan penerapannya dibidang pendidikan
Pandangan
aliran filsafat pendidikan rekonstruksionisme terhadap pendidikan yaitu pertama
kita harus mengetahui pengertian dari filsafat.Yangmana filsafat merupakan
induk dari segala ilmu yang mencakup ilmu-ilmu khusus.Menurut pendapat Runes
(1971:235), bahwa filsafat adalah keterangan rasional tentang sesuatu yang
merupakan prinsip umum yang kenyataannya dapat dijelaskan dengan membedakan
pengetahuan rasional dan pengetahuan empiris (sains).
Filsafat
bagi pendidikan adalah teori umum sehingga dapat menjadi pilar bagi bangunan
dunia pendidikan yang berusaha memberdayakan setiap pribadi warga negara untuk
mengisi format kebudayaan bangsa yang didinginkan dan diwariskan.Aliran
rekonstruksionisme adalah sepaham dengan aliran perenialisme dalam tindakan
mengatasi krisis kehidupan modern.
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.[10]
Aliran rekonstruksionisme berkeyakinan bahwa tugas penyelamatan dunia merupakan tugas semua umat manusia atau bangsa. Karenanya pembinaan kembali daya intelektual dan spiritual yang sehat akan membina kembali manusia melalui pendidikan yang tepat atas nilai dan norma yang benar pula demi generasi sekarang dan generasi yang akan datang, sehingga terbentuk dunia baru dalam pengawasan umat manusia.[10]
Kemudian
aliran ini memiliki persepsi bahwa masa depan suatu bangsa merupakan suatu
dunia yang diatur, diperintah oleh rakyat secara demokratis dan bukan dunia
yang dikuasai oleh golongan tertentu. Sila-sila demokrasi yang sungguh bukan
hanya teori tetapi mesti menjadi kenyataan, sehingga dapat diwujudkan suatu
dunia dengan potensi-potensi teknologi, mampu meningkatkan kualitas kesehatan,
kesejahteraan dan kemakmuran serta keamanan masyarakat tanpa membedakan warna
kulit, keturunan, nasionalisme, agama (kepercayaan) dan masyarakat
bersangkutan.
Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika merujuk dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam hakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan hakikat rohani.Kedua macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna dengan azali dan abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima atas prinsip dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera manusia, sementara itu kenyataan bathin segera diakui dengan adanya akal dan petasaan hidup. Di balik gerak realita sesungguhnya terdapatlah kausalitas sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama atas kausa prima. Kausa prima, dalam konteks ini, ialah Tuhan sebagai penggerak sesuatu tanpa gerak, Tuhan adalah aktualitas murni yang sama sekalisunyi dan subtansi.
Pada prinsipnya, aliran rekonstruksionisme memandang alam metafisika merujuk dualisme, aliran ini berpendirian bahwa alam nyata ini mengandung dua macam hakikat sebagai asal sumber yakni hakikat materi dan hakikat rohani.Kedua macam hakikat itu memiliki ciri yang bebas dan berdiri sendiri, sarna dengan azali dan abadi, dan hubungan keduanya menciptakan suatu kehidupan dalam alam. Descartes, seorang tokohnya pernah menyatakan bahwa umumnya manusia tidak sulit menerima atas prinsip dualisme ini, yang menunjukkan bahwa kenyataan lahir dapat segera ditangkap oleh panca indera manusia, sementara itu kenyataan bathin segera diakui dengan adanya akal dan petasaan hidup. Di balik gerak realita sesungguhnya terdapatlah kausalitas sebagai pendorongnya dan merupakan penyebab utama atas kausa prima. Kausa prima, dalam konteks ini, ialah Tuhan sebagai penggerak sesuatu tanpa gerak, Tuhan adalah aktualitas murni yang sama sekalisunyi dan subtansi.
Alam
pikiran yang demikian bertolak hukum-hukum dalam filsafat itu sendiri tanpa
bergantung padii ilmt pengetahuan.Namun demikian, meskipun filsafat dan ilmu
berkembang ke arah yang lebih sempurna, tetap disetujui bahwa kedudukan
filsafal lebih tinggi dibandingkan ilmu pendidikan. Yang mana pendidikan
sebagai alat untuk memproses dan merekonstruksi kebudayaan baru haruslah dapat
menciptakan situasi yang edukatif yang pada akhirnya akan dapat memberikan
warna dan corak dari output (keluaran) yang dihasilkan sehingga keluaran yang
dihasilkan (anak didik).
F.
Teori
pendidikan rekonstruksionisme
1.
Tujuan Pendidikan
a.
Sekolah-sekolah rekonstruksionis berfungsi
sebagai lembaga utama untuk melakukan
perubahan sosial, ekonomi dan politik dalam
masyarakat.
b.
Tugas sekolah-sekolah rekonstruksionis adalah
mengembangkan ”insinyur-insinyur” sosial,
warga-warga negara yang mempunyai tujuan mengubah secara radikal wajah
masyarakat masa kini.
c.
Tujuan pendidikan rekonstruksionis adalah
membangkitkan kesadaran para peserta didik tentang masalah sosial, ekonomi dan
politik yang dihadapi umat manusia dalam skala global, dan mengajarkan kepada
mereka keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengatasi masalah
tersebut.
2. Metode pendidikan
Analisis
kritis terhadap kerusakan-kerusakan masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan
programatik untuk perbaikan.Dengan demikian menggunakan metode pemecahan
masalah, analisis kebutuhan, dan penyusunan program aksi perbaikan masyarakat.
3. Kurikulum
Kurikulum
berisi mata-mata pelajaran yang berorientasi pada kebutuhan-kebutuhan
masyarakat masa depan.
Kurikulum
banyak berisi masalah-masalah sosial, ekonomi, dan politik yang dihadapi umat
manusi, yang termasuk di dalamnya masalah-masalah pribadi para peserta didik
sendiri; dan program-program perbaikan yang ditentukan secara ilmiah untuk aksi
kolektif.
Struktur
organisasi kurikulum terbentuk dari cabang-cabang ilmu sosial dan proses-proses
penyelidikan ilmiah sebagai metode pemecahan masalah.
·
Pelajar
Siswa adalah generasi muda
yang sedang tumbuh menjadi manusia pembangun masyarakat masa depan, dan perlu
berlatih keras untuk menjadi insinyur-insinyur sosial yang diperlukan untuk
membangun masyarakat masa depan.
·
Pengajar
Guru
harus membuat para peserta didik menyadari masalah-masalah yang dihadapi umat
manusia, mambatu mereka merasa mengenali masalah-masalah tersebut sehingga
mereka merasa terikat untuk memecahkannya.
Guru
harus terampil dalam membantu peserta didik menghadapi kontroversi dan
perubahan. Guru harus menumbuhkan berpikir berbeda-beda sebaga suatu cara untuk
menciptakan alternatif-alternatif pemecahan masalah yang menjanjikan keberhasilannya.
Menurut
Brameld (kneller,1971) teori pendidikan rekonstruksionisme ada 5 yaitu:
1)
Pendidikan harus di laksanakan di sini dan
sekarang dalam rangka menciptakan tata sosial baru yang akan mengisi
nilai-nilai dasar budaya kita, dan selaras dengan yang mendasari
kekuatan-kekuatan ekonomi, dan sosial masyarakat modern.
2)
Masyarakat baru harus berada dalam kehidupan
demokrasi sejati dimana sumber dan
lembaga utama dalam masyarakat dikontrol oleh warganya sendiri.
3)
Anak, sekolah, dan pendidikan itu sendiri
dikondisikan oleh kekuatan budaya dan sosial.
4)
Guru harus menyakini terhadap validitas dan
urgensi dirinnya dengan cara bijaksana dengan
cara memperhatikan prosedur yang demokratis
5)
Cara dan tujuan pendidikan harus diubah kembali
seluruhnya dengan tujuan untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang berkaitan
dengan krisis budaya dewasa ini, dan untuk menyesuaikan kebutuhan dengan sains
sosial yang mendorong kita untuk menemukan nilali-nilai dimana manusia percaya
atau tidak bahwa nilai-nilai itu bersifat universal.
6)
meninjau kembali penyusunan kurikulum, isi
pelajaran, metode yang dipakai, struktur administrasi, dan cara bagaimana guru
dilatih.[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Rekonstruksionisme berasal dari bahasa Inggris reconstruct
yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan aliran
rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata susunan lama
dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern. Melalui
lembagai dan proses pendidikan, rekonstruksionisme ingin merombak tata susunan
lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang sama sekali baru.
Adapun implikasi aliran ini dalam dunia pendidikan
diantaranya yaitu: misi sekolah adalah untuk meningkatkan rekonstruksi sosial,
pendidikan bertanggung jawab dalam menciptakan aturan sosial yang ideal,
kurikulum sekolah tidak boleh didominasi oleh budaya mayoritas maupun oleh
budaya yang ditentukan atau disukai karena semua budaya dan nilai-nilai yang
berhubungan berhak untuk mendapatkan tempat dalam kurikulum, guru harus
menunjukkan rasa hormat yang sejati atau ikhlas terhadap semua budaya baik
dalam memberi pelajaran maupun dalam hal lainnya.
B.
Saran
Setelah mempelajari aliran
rekonstruksionisme, maka sebagai calon guru PMTK seharusnya mampu memahami dan
kelak mampu menerapkannya. Seorang guru harus mampu menyadarkan peserta didik
terhadap masalah-masalah yang dihadapi, seorang guru harus membantu peserta
didik mengidentifikasi masalah-masalah untuk dipecahkan. Guru juga harus mampu
mendorong peserta didik untuk dapat berpikir tentang alternatif-alternatif
dalam memecahkan masalah di kehidupan modern ini.
DAFTAR PUSTAKA
Mudyahardjo,
Redja, 1995, Pengantar Pendidikan, Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Jalaludin,
2010, Filsafat Penddidian Manusia, Filsafat Dan Pendidikan, Yogyakarta:
Ar-ruzz.
Sadulloh,
Uyoh, 2009, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Alfabeta.
As Said,
Muhammad, 2009, Filsafat Pendidikan
Islam, Barabai: STAI Al- Washliyah Barabai.
Indar, M. Djumberansyah,1994, Filsafat pendidikan,
Surabaya: Karya Abditama.
Knight,
George,2007, Issue and Alternative in Educational Philoshopy Terjemahan
Mahmud Arif, Yogyakarta:Gama Media.
http://
filsafat-rekonstruksionisme.html
[2]
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan (Bandung , Alfabeta, 2009)
[3]
http://filsafat-pendidikan-rekonstruksionisme1.html
[5]
Drs. Muhammad As Said, M. Pd. Filsafat
Pendidikan Islam ( Barabai ; STAI
Al- Washliyah Barabai,2009) hal. 93
[6]
Drs. H. M . Alwi Kaderi, Filsafat
Pendidikan, ( Banjarmasin, 2011 ) hal. 125
[7]
M. Djumberansyah Indar. Filsafat pendidikan. (Surabaya, Abditama, 1994).
Hal 139
[8]
http:// filsafat-rekonstruksionisme.html
[9]
George Knight. Issue and Alternative in Educational Philoshopy Terjemahan
Mahmud Arif. (Yogyakarta, Gama Media, 2007). Hal 185-190
[10]
Prof. Dr. H. Jalaludin, Filsafat Pendidikan, Filsafat Dan Pendidikan (Yogyakarta, Ar-ruzz Media, 2010) hal 119
[11]
Hadi Syamsul, Rukiyah, 2009, Filsafat
Pendidikan rekonstruksionalisme, ( online ) ( Http/ Syamsul Hadi. Blogsport.
Com.) diakses 4 juni 2012.